Selamat Datang di Situs Al-Idrisiyyah (Unofficial)


Home
Sejarah Al-Idrisiyyah
Info dan Agenda
Pengurus Yayasan
Foto Aktivitas
Paham dan Awrad
Ceramah Syekh Akbar
Silsilah
Ahwal
Referensi
Hubungi Kami
Sejarah Al-Idrisiyyah

Siapakah pembawa Thariqah Al-Idrisiyyah/Thariqah As-Sanusiyyah di Indonesia?

Syekh Abdul Fattah, Pembawa Thariqat Al-Idrisiyyah ke Indonesia

Al-Idrisiyyah atau di Timur Tengah lebih dikenal sebagai As-Sanusiyyah adalah sebuah Tharieqah yang lahir dan besar di Afrika Utara. Namanya dinisbahkan kepada Muhammad bin Ali As Sanusi, lahir pada tahun 1791 di Tursij, dekat Mustaghanam (Aljazair), dan meninggal di Djaghbub (Cyrenaica).

Sebenarnya perkumpulan sufi ini didirikan oleh Syekh Abdul Aziz Ad Dabbagh (wafat 1717 M), mulanya dengan nama al Khidiriyyah. Murid-muridnya Syekh Abdul Wahab at-Taziy, Syekh Ahmad bin Idris al Fasi , Syekh Muh. Al Mirghani, kemudian meneruskan ajaran-ajaran beliau dengan nama Al-Idrisiyyah, Ar-Rasyidiyyah, Al-Mirghaniyyah yang akhirnya dapat disimpulkan bahwa nama-nama Thariqah tersebut berasal dari satu akar (satu sumbu wasilah).

Mengenai riwayat pendiri Thariqah ini dapat diceritakan bahwa As-Sanusi mula-mula mendapat didikan agama dari guru ternama, Syekh Abu Ras dan Syekh Belganduz di daerahnya Maroko. Lalu pergi ke Fez, dari tahun 1821-1828, disanalah ia memperdalam ilmunya mengenai tafsir Quran, ilmu hadits, ilmu fiqih, dan lain-lain. Kemudian menunaikan haji ke Mekkah dan dilakukan dengan perjalanan melalui Tunisia Selatan dan Mesir. Diceritakan bahwa ia kemudian mengambil tempat tinggal yang tepat di Shabia dan di sana pada tahun 1837 untuk pertama kali ia membuat zawiyyah (perkumpulan orang sufi), tempat melatih murid-murid thariqahnya di sebuah gunung yang terkenal di Mekkah, Jabal Abu Qubais (sekarang menjadi istana kerajaan Saudi).

Sepulang dari sana ia tidak tinggal di Mesir, tetapi menetap beberapa waktu di Cyrenaica, dimana ia mendirikan pula zawiyyah suluk dari Thariqah Rifai, kemudian pindah membuat zawiyyah di Baidha, dekat Cyreine (Jabal Akhdhar). Lalu pindah ke Temessa dan akhirnya menetap di Djaghbub sampai tahun 1855, kota yang awal mulanya sepi, tetapi memudian diisinya dengan budak-budak yang sudah merdeka hingga menjadi pengikut-pengikutnya yang gagah perkasa. Beliau meninggal di kota ini dan disemayamkan di kota ini pula.

Riwayat hidupnya menceritakan bahwa ia mempunyai dua orang anak, yang paling tua bernama Sidi Muh. Al-Mahdi (1844-1961), meninggal di Guro, yang merupakan khalifah, dan yang kedua bernama Sidi Muh. As Syarif (1846-1896). Al-Mahdi meninggalkan dua orang anak, Sidi Muh. Idris, yang lahir tahun 1883, dan pada tahun 1909 diangkat menjadi raja kecil dibawah pengawasan Itali (memerintah pada tahun 1946-1923). Anak yang lain bernama Sidi Ridha yang berputra enam. Lalu Sidi Ahmad Syarif (keponakan Al-Mahdi) menjadi Syarif As-Sanusi inilah berkecamuk PD II, melibatkan seluruh muridnya untuk berjihad melawan penjajah di Timur Tengah dan Afrika Utara, seperti Perancis, Italia, Inggris dan Jerman.

Muridnya yang terkenal gagah pada waktu itu adalah Jenderal Umar Mukhtar (Lion of Dessert, julukannya Singa Padang Pasir), yang oleh bangsa Arab telah didokumentasikan dalam sebuah film dokumenter biografi. Sebagian kisah-kisah perjuangan pada masa itu tertuang pada buku Road to Mecca(perjalanan seorang muallaf kebangsaan Yahudi Polandia).

Perlu dicatat bahwa Thariqah Sanusiyyah pada masa-masa berkecamuk di Timur Tengah dibawa ajaran-ajarannya oleh Syekh Abdul Fattah (dari Tasikmalaya, Indonesia) yang langsung mengambilnya dari Syekh Ahmad Syarif As-Sanusi di Jabal Abu Qubais, sekaligus menyerahkan amanat khalifah kepada Syekh Abdul Fattah (kalau di Jawa dikenal sebagai KH Abdul Fattah). Dengan pertimbangan politis nama As-Sanusiyyah diubah menjadi Al-Idrisiyyah mengingat pihak Barat dan sekutu-sekutunya telah mengenal baik sepak terjang perjuangan As-Sanusiyyah, dan pada akhirnya memudahkan pengembangan Thariqah yang telah diajarkan untuk diterapkan di tempat yang baru, yakni di Indonesia.

Pengaruh-pengaruh Thariqah Qadiriyyah pada As-Sanusiyyah terlihat pada perkembangannya di Mustaghanam, juga di Tijaniyyah dan Thaibiyyah, seperti juga terasanya pengaruh ketika berkembang di Fez (Maroko), mungkin diperoleh Syekh As-Sanusi di Mekkah ketika belajar kepada gurunya Syekh Ahmad bin Idris Al-Fasi yang mendirikan Thariqah Qadiriyyah Idrisiyyah, dan juga menjadi guru dari dua buah Thariqah Rasyidiyyah dan Mirghaniyyah. Hal inilah yang membuktikan bahwa Thariqah As Sanusiyyah tidak berselisih dengan yang lainnya, justru yang lainnya menambah khazanah pengetahuan jalan (thariq) kepada Allah SWT . Di antara wirid-wirid utama yang dilakukan oleh murid-murid As-Sanusiyyah yang berasal dari Qadiriyyah adalah membaca Al-Quran satu juz sehari semalam, dipergunakan amalan ini hingga sekarang.

Sekretariat Pusat: Jl. Batu Tulis XIV no. 4-5 Jakarta 10120

Pondok Pesantren: Jl. Raya Ciawi KM. 8 NO. 79 Pagendingan Tasikmalaya 46153